Jumat, 04 November 2016

TAJUK RENCANA

Komitmen Perlindungan TKI
         Tragedi tenggelamnya kapal yang mengangkut 101 orang— sebagian besar TKI ilegal—di perairan Batam membuat kita semua miris dan prihatin.
          Sebanyak 18 orang dilaporkan tewas, 44 orang hilang, dan 34 orang bisa diselamatkan. Para TKI ilegal yang berangkat sebagai pelancong dan umumnya sudah 2-3 tahun bekerja di Malaysia itu diduga memilih jalur tak resmi untuk kepulangan ke Indonesia—dengan menggunakan perahu yang tak layak dan berlebih muatan—guna menghindari penangkapan karena mereka tak memiliki dokumen resmi.
          Insiden ini membuka mata kita, masih maraknya praktik TKI ilegal dan lemahnya perlindungan terhadap TKI selama ini. Dilihat dari jumlah TKI ilegal yang hampir 2 juta orang, upaya pemerintah mengurangi TKI ilegal ini masih jauh dari berhasil dan tidak semudah seperti membalik telapak tangan.
          Insiden tenggelamnya kapal di jalur pelintasan pekerja migran ilegal ini juga bukan baru kali ini terjadi. Tahun ini saja terjadi tiga kali insiden serupa (Kompas, 3/11). Kita perlu introspeksi, mengapa banyak TKI lebih memilih jalur ilegal untuk bekerja di luar negeri. Dari pengamatan, alasan utama umumnya karena ketiadaan dokumen sebagai persyaratan untuk bisa bekerja di luar negeri. Akibatnya, para calon TKI terpaksa berpaling ke para calo TKI ilegal.
          Akibat iming-iming bekerja di luar negeri dengan gaji lebih besar dan keinginan membebaskan diri dan keluarga dari jeratan kemiskinan, banyak TKI tertipu calo. Bukan hanya kerugian materi, tak sedikit dari mereka telantar, jadi korban penganiayaan, obyek perdagangan manusia, terjerat kasus hukum, bahkan kehilangan nyawa di negeri orang.
          Menjadi TKI ilegal pasti bukan pilihan jika mereka bisa masuk lewat jalur legal. Di sini pentingnya kita memahami kendala-kendala yang membuat TKI memilih jalur ilegal. Pemerintah atau Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) perlu turun ke kantong-kantong pemasok TKI ilegal untuk fasilitasi.
          Selama kita belum mampu menyediakan lapangan kerja cukup untuk setiap angkatan kerja di dalam negeri, maka menjadi tugas pemerintah memberikan pelayanan terbaik pada mereka yang ingin bekerja di luar negeri.
          Banyaknya kasus TKI ilegal juga menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap praktik calo penyalur jasa TKI. Kajian yang menyebutkan 90 persen persoalan TKI bersumber di dalam negeri harus menjadi titik tolak kita membenahi persoalan TKI, khususnya dalam rangka perlindungan atas TKI dan memerangi maraknya TKI ilegal.
          Komitmen pemerintah harus diwujudkan dengan menjamin tak ada satu warga kita pun yang bekerja di luar negeri tanpa dokumen sah, kontrak harus jelas dan mendapat perlindungan. Perlindungan bukan hanya selama di dalam negeri, melainkan juga selama bekerja di luar negeri. Dalam hal ini, kita mempertanyakan konsistensi dan komitmen pemerintah karena kita melihat absennya tindak lanjut konkret pemerintah menyusul kebijakan pemulangan 1,8 juta TKI ilegal dari Malaysia beberapa waktu lalu.

Source: Kompas